Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, kita sering melihat pemandangan yang mungkin sedikit berbeda dari gambaran ideal seorang ibu di dapur. Ada ibu-ibu yang mungkin tidak setiap hari berkutat dengan panci dan wajan, namun hatinya tetap penuh kasih dan perhatian kepada keluarga. Mereka mungkin lebih sering memilih untuk membeli makanan di luar atau “jajan” dengan alasan yang mulia: berbagi rezeki dengan orang lain.
Keputusan seorang ibu untuk tidak selalu memasak di rumah bisa jadi didasari oleh berbagai faktor. kesibukan pekerjaan, keterbatasan waktu, atau bahkan kondisi kesehatan bisa menjadi pertimbangan. Namun, ketika alasan utamanya adalah keinginan untuk berbagi rezeki, tindakan ini menjadi sebuah amalan yang indah dalam Islam.
Islam sangat menekankan pentingnya berbagi dan membantu sesama. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah [2:277]:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan salat dan menunaikan zakat, bagi mereka pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Ayat ini menunjukkan bahwa salah satu ciri orang beriman adalah gemar menunaikan zakat, yang merupakan salah satu bentuk berbagi rezeki. Meskipun konteksnya adalah zakat yang wajib, semangat berbagi dan memberikan manfaat kepada orang lain sangat dianjurkan dalam Islam.
Selain itu, Rasulullah SAW juga memberikan banyak contoh dan anjuran untuk berbagi. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Setiap muslim wajib bersedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika salah seorang di antara kami tidak mempunyai sesuatu untuk disedekahkan?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia bekerja dengan tangannya sehingga ia dapat memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan bersedekah.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana jika ia tidak mampu?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia membantu orang yang membutuhkan yang sedang kesulitan.” Mereka bertanya lagi, “Bagaimana jika ia tidak mampu juga?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia melakukan kebaikan dan menahan diri dari kejahatan, maka yang demikian itu adalah sedekah baginya.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa sedekah tidak hanya terbatas pada memberikan harta. Setiap perbuatan baik yang bermanfaat bagi orang lain juga termasuk sedekah. Ketika seorang ibu memilih untuk membeli makanan dari pedagang kecil atau warung makan, secara tidak langsung ia sedang memberikan rezeki kepada mereka. Ia turut membantu perekonomian keluarga lain dan memberikan keberkahan bagi sesamanya.
Tentu saja, Islam juga mengajarkan pentingnya menafkahi keluarga sendiri. Seorang suami dan ibu memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok anggota keluarganya. Namun, jika dalam pemenuhan kebutuhan tersebut terdapat niat yang tulus untuk berbagi dengan orang lain, maka hal itu menjadi sebuah nilai tambah yang sangat baik.
Penting untuk dicatat bahwa alasan “berbagi rezeki” ini haruslah didasari oleh ketulusan hati dan bukan sekadar alasan untuk menghindari kewajiban memasak sama sekali. Seorang ibu yang bijak akan menyeimbangkan antara memenuhi kebutuhan gizi keluarga dengan keinginan untuk berbagi dengan sesama. Ia bisa jadi tetap memasak beberapa kali dalam seminggu dan sesekali membeli makanan dari luar untuk mendukung usaha kecil.
Dalam Islam, segala perbuatan tergantung pada niatnya. Jika seorang ibu jarang memasak dengan niat yang tulus untuk berbagi rezeki, memberikan manfaat kepada orang lain, dan tidak melalaikan kewajibannya terhadap keluarga, maka insya Allah, tindakan tersebut akan bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan kepada para ibu yang dengan segala cara berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya dan juga bagi sesamanya.