Kulangkahkan kaki berjalan menuju ke kelas XII E MAN 1 Gunungkidul yang terletak di lantai dua gedung sayap timur. Dengan bergegas kubuka pintu kelas anak-anak rintisan KKO sambil mengucap salam pada siswa-siswi di kelas tersebut.
“Assalamu’alaikum semuanya!” ucapku lantang.
“Wa’alaikumsalam pak Andi. Selamat datang di kelas yang gerah dan panas ini pak!” jawab mereka.
Aku tersenyum, sudah beberapa kali selama bulan Oktober ini, hampir semua semua siswa kelas ini membicarakan hal yang sama tentang kondisi cuaca belakangan ini. Mereka mengeluhkan panas luar biasa yang membuat ketidaknyamanan berada di ruang kelas. Kipas angin besar yang tergantung di bagian tengah kelas tidak mampu memberikan kesejukan yang mereka inginkan. Baru saja aku memulai pelajaran dengan memberikan apersepsi tentang kehidupan di wilayah pedesaan, siswa-siswi mengajukan pertanyaan yang sama dengan pertanyaan mereka di pertemuan sebelumnya.
“Pak Andi, berdasarkan pembagian iklim dunia kita tinggal di daerah tropis yang cenderung panas kan pak, tetapi mengapa akhir-akhir ini panas yang kita rasakan lebih dari biasanya ya pak?” tanya Djiebriel.
Siswa yang lain menguatkan pertanyaan tersebut,
“Iya pak, kok bisa ya sepanas ini tempat kita?” tambah Danang.
“Apakah karena kita di Gunungkidul lebih tinggi dibanding sekitarnya jadi lebih menerima panas matahari ya pak?” tanya Rizka.
Pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan materi yang akan kusampaikan pada mereka, namun karena selama beberapa pertemuan ini selalu saja mengajukan pertanyaan yang sama maka tidak ada salahnya kucoba menerangkan kondisi panasnya cuaca selama bulan Oktober ini. Sebelum menjawab seperti biasa kulemparkan dulu ke siswa-siswa yang lain:
“Menurut kalian kira-kira mengapa cuaca di tempat kita akhir-akhir ini yang kalau dalam bahasa Inggris dikatakan The Hot Is Not Public?” tanyaku sambil tersenyum.
Beberapa siswa bingung tidak tahu, beberapa yang sudah memahami tersenyum dengan istilah yang kusampaikan.
“Apa itu pak The Hot Is Not Public?” tanya Cahaya yang penasaran.
Beberapa siswa yang paham menjawab serempak sambal tertawa, “Panase Ora Umum!”
Kemudian beberapa siswa mulai menjawab menurut sepengetahuan mereka:
“Sekarang kan masuk musik penghujan pak, pastilah suhunya jadi naik. Kan karena banyak penguapan dari laut,” jawab Anugrah.
“Ini pasti karena rumah-rumah kaca yang menyebabkan global warming pak,” timpal Gentur.
“Bisa jadi ini tanda-tanda akan terjadi El Nino pak.” kata Irfan.
“Mungkin posisi matahari sekarang lebih dekat dengan bumi pak.” tambah Arafa.
“Kayaknya ini karena gunung Merapi mau njeblug pak.” jawab Prita.
Ada pula yang menimpali, “Sepertinya dosa kita dah terlalu banyak pak. Jadi kita diberi tahu panas hari ini tidak seberapa dibanding dengan di neraka dan kita diminta segera bertobat pak!” pungkas Dwi Novriya.
Kutampung semua jawaban mereka, lalu aku mulai menjelaskan dengan menyampaikan beberapa faktor yang menyebabkan suhu udara menjadi tinggi. Pertama letak lintang lalu ketinggian tempat, jenis permukaan, kelembaban udara, ada tidaknya awan, arus samudra dan jarak dari laut. Karena faktor waktu maka aku membatasi menjawab dengan cukup membahas pada faktor letak lintang.
Sambil menghidupkan laptop siswa keberi pertanyaan, “Masih ada yang ingat Indonesia terletak di berapa derajat garis lintang dan bujur?”
Meskipun beberapa siswa sudah lupa juga dengan letak koordinat Indonesia tersebut, Alhamdulillah, sebagian besar masih ingat dengan posisi astrominis Indonesia di 60 LU – 110 LS dan 950 BT – 1410 BT.
Lalu aku sampaikan ke siswa-siswi, “Lokasi negara kita berdasarkan letak lintang tersebut, ada di antara garis balik utara dan garis balik selatan.”
“Apa itu pak garis balik utara dan selatan pak?” tanya mereka.
Aku balik bertanya, “Nah, bumi kan ber-revolusi mengelilingi matahari. Salah satu dampak dari revolusi bumi, matahari terlihat seolah-olah berpindah dari garis balik utara menuju ke garis balik selatan, dan pada enam bulan berikutnya akan berpindah ke tempat sebaliknya. Berarti perpindahan seolah-olah ini dinamakan apa?”
“Oh iya pak, ingat saya. Gerak semu matahari kalo nggak salah,” jawab Anugrah.
“Betul sekali, sekarang coba kalian lihat gambar berikut ini ya.” kataku sambil menghubungkan kabel HDMI dari laptop ke Smart TV.
Lalu kusampaikan, “Wilayah Indonesia terletak di antara garis balik selatan 23,50 LS dan garis balik utara 23,50 LS. Artinya kalau kalian amati kalian akan mendapati pada siang hari matahari seolah-olah berpindah tempat pada suatu waktu condong di sebelah selatan rumah kita, pada suatu waktu ada di atas rumah kita dan di suatu waktu yang lain condong di sebelah utara rumah kita.”
“Gerak semu matahari ini membuat posisi matahari berada di garis lintang yang berbeda-beda, pada tanggal 21 Juni matahari ada di garis balik utara 23,50 LU lalu bergerak ke arah selatan dan sampai di garis katulistiwa 00 sekitar tanggal 23 September. Kemudian bergerak lagi ke selatan dan akan sampai di garis balik selatan 23,50 LS pada sekitar 22 Desember, lalu akan bergerak lagi ke arah utara menuju katulistiwa dan berada di 00 sekitar 21 Maret. Lalu akan ke utara lagi menuju garis balik utara dan seterusnya.” lanjutku.
“Nah, kita bertempat tinggal di Wonosari yang terletak di belahan bumi selatan, tepatnya di lintang 7,9 sekian derajat LS. Kira-kira matahari tepat di atas Wonosari pada tanggal berapa coba?”, tanyaku kepada siswa-siswa.
“Nggak tahu pak, mungkin kemarin pak!” celetuk Febrian.
“Hari ini ding pak.” tukas Akbar.
“Mungkin minggu-minggu ini atau minggu depan pak.” timpal Latif.
Yusuf Anshor menjawab sambil menyanyikan lagu yang cukup viral. “Kalau tidak hari ini mungkin minggu depan, kalau tidak minggu ini mungkin bulan depan…..” Jawaban yang disambut tawa teman-temannya, dan akupun mau nggak mau juga ikutan tersenyum mendengar ocehan sang dalang muda yang sedang naik daun itu.
“Oke, bagus semuanya.” Jawabku. “Nah, sekarang coba garis balik selatan 23,50 LS coba kalian bagi 3 hasilnya berapa?” tanyaku kemudian.
“Hmmm … katakanlah 24… berarti 8 pak.” jawab Taufiq.
“Betul… coba yang lain dihitung dengan pasti.” pintaku.
Zahra yang dijuluki cewek kalkulator oleh teman-temannya menjawab, “7,833 derajat pak..!”
“Yap..! Seratus!” kataku. “Sekarang 7,833 ditambah 7,833 berapa hasilnya?” tanyaku lagi.
Lidia yang duduk di samping Zahra dengan cepat menjawab, “15,667 pak..!”
“Iya betul sekali, mantap..!” kataku sambil mengacungkan jempol padanya.
“Nah, pada tanggal 23 September matahari ada garis 00 katulistiwa, lalu bergerak menuju selatan selama 90 hari dan pada sekitar tanggal 22 Desember berada di garis 23,50 LS. Artinya dalam perjalanan menuju garis balik selatan matahari ada di garis 7,8330 LS pada hari ke 30, lalu pada hari ke-60 berada di 15,6670 LS. Jika pergerakan dimulai pada tanggal 23 September, maka pada tanggal berapa saja matahari ada di dua garis lintang tersebut?” tanyaku.
Mereka mulai berpikir sejenak. Beberapa siswa ada yang berguman sambil toleh sana toleh sini, ada yang sambil melihat ke langit-langit kelas, ada pula yang komat-kamit menghitung sambil memperhatikan jari-jari tangan mereka sendiri.
“Gimana? Ada yang sudah menemukan tanggal berapa matahari di garis 7,8330 LS di garis 15,6670 LS?” tanyaku setelah beberapa waktu.
Anik Widdaty yang sedari tadi lebih banyak diam mulai unjuk pendapat. “Sepertinya pada tanggal 23 Oktober dan 22 November pak…” jawabnya.
Siti Marifatul turut berkomentar, “Iya pak, perhitungan saya juga sama seperti yang disampaikan Anik..”
“Yang lain gimana..?” tanyaku lagi.
“Sama pak…!” jawab mereka.
“Oke! Mantap semuanya! Dua jempol tangan dan dua jempol kaki untuk kalian.” sahutku.
“Kembali ke pertanyaan lokasi tempat kita tinggal ini lagi. Wonosari secara astronomis terletak di garis lintang 7,970 LS dan 110,590 BT. Kalau begitu berarti tanggal berapa matahari tepat di garis 7,970 LS?” tanyaku selanjutnya.
“22 Oktober pak, sama dengan yang di garis 7,8330 LS.” jawab Risqi.
“23 Oktober pak kalau saya..” tukas Navisa.
“24 nggak sih pak…?” tanya Zaki dengan nada ragu-ragu.
“Bagaimana kalau kita ambil antara tanggal sekian ke sekian?” sahutku.
“Misalnya antara tanggal 22 – 24 Oktober begitu?” tanyaku lagi.
“Kayaknya iya gitu pak, antara 22 – 24 Oktober. Kan jarak 7,8330 ke 7,970 LS dekat.” jawab Adinda.
“Iya pak, sepertinya antara tanggal tersebut.” sebagian besar siswa sepakat.
Setelah tidak ada lagi yang berkomentar lalu kulanjutkan pembicaraan.
“Oke, kita sepakati matahari ada di atas Wonosari pada sekitar tanggal 22-24 Oktober. Artinya pada tanggal tersebut Wonosari tempat tinggal kita ini mendapatkan pancaran sinar matahari dengan maksimal, terlebih pada siang hari ketika matahari tegak lurus di atas. Jadi bisa dipahami kan kalau wilayah kita ini suhunya akhir-akhir ini cenderung panas dan gerah?” tanyaku.
“Iya pak..” jawab mereka.
“Sekarang baru tanggal 16 Oktober sudah sepanas ini, nah seminggu lagi di tanggal 22-24 Oktober nanti tentu rasanya akan lebih panas dan gerah lagi dong..!” sahutku.
“Wah …. Iya ya pak!” sambut Alif Kiki
“Semakin The Hot Is Not Public kayaknya pak” kata Febrian sambil tersenyum.
“Betul, dan akan tetap panas meskipun matahari menjauh bergerak ke garis balik selatan di atas wilayah benua Australia karena dalam perjalanannya melewati samudera Hindia sehingga tingkat penguapan kemungkinan akan tinggi.”
“Begitupun ketika matahari bergerak kembali menuju ekuator maka pada akhir bulan Februari akan berada di atas Wonosari lagi. Pada waktuitu kita akan mendapatkan pancaran panas matahari yang maksimal lagi seperti di bulan Oktober. Seharusnya kondisi suhunya juga panas seperti sekarang, tapi akan dipengaruhi juga oleh curah hujan. Jika sering hujan maka lebih terasa lebih dingin.”
“Oke cukup ya penjelasannya…, sekarang kita bahas lagi tentang kehidupan di wilayah pedesaan. Menurut kalian kenapa desa-desa ada yang dengan cepat maju berkembang dan ramai seperti kota, tapi ada juga desa-desa yang dari dulu tetap begitu-begitu saja?” kuajukan lagi apersepsi yang tertunda oleh panasnya cuaca di Wonosari.
Satu-persatu siswa memberikan pendapatnya.. Sejenak mulai melupakan gerah yang mereka rasakan dan mulai aktif mengikuti kegiatan pembelajaran pada siang ini.
SELESAI.