Idul Adha selalu identik dengan ibadah qurban. Bagi sebagian besar umat Muslim, qurban dimaknai sebagai bentuk ketaatan mutlak kepada Allah SWT, meneladani kisah Nabi Ibrahim AS Nabi Ismail AS. Namun, lebih dari sekadar ritual penyembelihan hewan, qurban menyimpan makna yang mendalam terkait kesalehan sosial yang sering kali luput dari perhatian.
Secara harfiah, qurban berarti “mendekatkan diri”. Melalui ibadah ini, seorang Muslim berupaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta dengan menyisihkan sebagian hartanya untuk membeli hewan ternak yang kemudian disembelih dan dibagikan kepada yang membutuhkan. Proses ini bukan hanya tentang menunaikan perintah agama, melainkan juga melatih keikhlasan, kerelaan berkorban, dan kepedulian terhadap sesama.
Dalam perspektif yang lebih luas, qurban adalah manifestasi dari kesalehan individual. Seorang pekurban menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah, sekaligus menguji sejauh mana ia mampu melepaskan keterikatan terhadap harta benda demi meraih ridha-Nya. Ini adalah latihan spiritual yang membentuk karakter pribadi yang lebih bertakwa dan berorientasi pada kebaikan.
Di sinilah letak jantung dari makna kesalehan sosial dalam ibadah qurban. Daging qurban yang dibagikan tidak hanya sekadar protein hewani, melainkan simbol nyata dari solidaritas dan kebersamaan. Pembagian daging ini menjangkau berbagai lapisan masyarakat, terutama mereka yang kurang beruntung, kaum dhuafa, fakir miskin, dan yatim piatu yang mungkin jarang bisa menikmati hidangan daging.
Momen Idul Adha menjadi ajang untuk merajut kembali tali silaturahmi dan memperkuat ikatan sosial antarwarga. Masyarakat yang mampu menunjukkan empati dan kepedulian mereka kepada yang membutuhkan, sementara mereka yang menerima merasakan kebahagiaan dan perhatian dari sesama. Ini menciptakan siklus kebaikan yang tak terputus, menumbuhkan rasa persaudaraan dan gotong royong.
Selain itu, pelaksanaan qurban secara kolektif di masjid-masjid atau lembaga-lembaga sosial juga mengajarkan nilai-nilai kerjasama dan kebersamaan. Dari pengumpulan dana, pembelian hewan, penyembelihan, hingga proses distribusi, semua dilakukan bersama-sama, menciptakan suasana kekeluargaan dan persatuan.
Makna kesalehan sosial dari qurban seharusnya tidak berhenti pada hari raya Idul Adha saja. Spirit berbagi, kepedulian, dan empati yang terbangun selama momen qurban hendaknya terus menyala sepanjang tahun. Qurban menjadi pengingat bahwa harta benda adalah titipan, dan di dalamnya terdapat hak bagi mereka yang membutuhkan.
Penting bagi kita untuk terus menginternalisasikan nilai-nilai qurban dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam bentuk perhatian, waktu, dan tenaga. Misalnya, dengan aktif berpartisipasi dalam kegiatan sosial, membantu tetangga yang kesusahan, atau menyisihkan sebagian rezeki untuk program-program kemanusiaan.
Pada akhirnya, qurban adalah lebih dari sekadar menyembelih hewan. Ia adalah ritual agung yang sarat makna, mengajarkan kita tentang ketaatan individual, namun pada saat yang sama, mengikis egoisme dan menumbuhkan kesalehan sosial yang mendalam. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai ini, Idul Adha bukan hanya menjadi perayaan keagamaan, tetapi juga momentum untuk memperkuat ikatan kemanusiaan dan menebarkan keberkahan bagi seluruh alam.
Semoga semangat qurban senantiasa menginspirasi kita untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa, peduli, dan bermanfaat bagi sesama.