Belajar bahasa Inggris itu ibarat belajar naik sepeda: awalnya goyang-goyang, tapi lama-lama bisa ngebut. Tapi tahukah Anda, ternyata kita sudah bisa “nggowes” bahasa Inggris jauh sebelum ikut les atau masuk sekolah. Caranya? Ya lewat bahasa ibu kita sendiri — bahasa Jawa! Misalnya, Anda pasti pernah dengar kata “porok”. Nah, itu bukan nama superhero baru, tapi… ternyata itu dari kata “fork”. Canggih, kan? Tanpa disadari, kita sudah ‘nginggriskan’ alat makan sejak zaman mbah kakung!
Kata-kata kayak porok, plesir, setrika, bahkan rem itu masuk kategori kata serapan. Artinya, mereka itu kata “tamu” yang sudah lama tinggal dan akhirnya jadi warga tetap dalam bahasa Jawa. Ya, semacam imigran yang sukses menyesuaikan diri. Dan lucunya, meski sering kita pakai, banyak dari kita nggak sadar kalau mereka itu punya “kakak kandung” dari Inggris sana. Kayak main tebak-tebakan: “Siapakah saya? Saya dipakai tiap makan tapi bukan sendok, dan nama saya mirip bunyi orang bersin: porok!” Jawabannya? Ya jelas, fork!
Yuk kita bahas kata setrika. Dalam bahasa Jawa kita menyebutnya “nyetrika”. Dari mana asalnya? Wah ini campuran rasa — dari Belanda ada strijkijzer, dari Inggris ada kata kerja to iron. Jadilah versi lokal: setrika! Dan kemudian muncullah bentuk khas Jawa: “nyetrika klambi ne kowe sek to, ben ra ndudut!” (setrika dulu bajumu, biar gak lecek). Nah, dari sini kita bisa belajar kata iron, wrinkle, bahkan neat — semua berawal dari aktivitas yang sering bikin kita malas tiap pagi.
Kata lain yang tak kalah seru adalah plesir. Di kuping orang Jawa, plesir itu berarti jalan-jalan, liburan, cuci mata. Tapi ternyata plesir ini punya akar kata dari Inggris “pleasure”. Mungkin dulunya orang Inggris bilang “what a pleasure!”, lalu orang Jawa denger dan pikir itu artinya pergi ke Malioboro. Sejak itu, kalau diajak plesiran ke pantai, rasanya kayak dikasih tiket surga. Jadi jangan remehkan kata plesir, itu bisa jadi pintu masuk buat belajar pleasure, travel, dan mungkin… tourism management?
Lanjut ke kata rem. Ini serapan dari kata brake, tapi di Jawa ya rem-rem aja. Bayangin kalau kita pakai istilah aslinya: “Wah, mobilmu brake-nya blong!” Kan malah dikira ngomongin sepatu. Tapi karena sudah diserap jadi “rem”, kita enak bilang: “Ojok ngebut, reme wis tipis!” Dari sini bisa belajar istilah otomotif dalam bahasa Inggris: brake pad, engine, tire. Siapa tahu setelah belajar, Anda bisa buka bengkel “Rem Brake Makmur Sentosa”.
Gaya hidup digital zaman sekarang juga banyak bawa kata Inggris yang langsung dicomot dan disulap jadi khas Jawa. Coba dengar anak-anak muda sekarang: “Aku mau ngupload foto neng IG”, atau “Ngopi file sik, sek ben tak print”. Ini sih bukan ngopi kopi, tapi copy file. Lalu muncul istilah baru: “ngprint”, “nge-save”, “ngezoom”. Kadang sih sampai bikin bingung mana bahasa Inggris, mana bahasa Jawa versi 4.0.
Nah, sebagai guru atau pembelajar, kita bisa memanfaatkan keunikan ini buat bikin pembelajaran bahasa Inggris jadi seru dan relevan. Bayangkan bikin tugas:
“Cari 10 kata Jawa yang sebenarnya berasal dari bahasa Inggris. Temukan artinya, lalu buat kalimat lucu pakai kata aslinya.” Misalnya:Kata: “plesir” Asli: “pleasure”
Kalimat: “Going to the beach gives me great pleasure, apalagi kalo dibayari.”
Siapa bilang belajar bahasa itu harus serius terus? Kadang malah makin masuk kalau disisipi tawa!
Dan serunya lagi, ini bisa jadi semacam detektif bahasa buat siswa. Mereka bisa jadi Sherlock Holmes-nya kosakata. Misalnya, cari tahu: kenapa kita bilang “lemari”, padahal asalnya dari armoire? Atau kenapa kata “kompor” mirip-mirip dengan camp stove? Dari rasa penasaran itu, muncullah diskusi, dan dari diskusi muncullah… nilai ujian. Ups!
Yang lebih penting lagi, metode ini bisa bikin siswa bangga dengan bahasa ibunya dan tidak takut belajar bahasa Inggris. Mereka jadi sadar bahwa ternyata mereka sudah “bergaul” dengan bahasa Inggris sejak kecil — lewat dapur, garasi, bahkan kos-kosan. Jadi ketika ditanya “Do you speak English?”, mereka bisa jawab: “Yes, a little… from porok to ngupload!”
Belajar bahasa itu bukan soal sempurna, tapi soal menikmati prosesnya. Kadang kita merasa lucu sendiri waktu ngomong “I want to plesir to Jogja” atau “Don’t forget your porok when eating steak!”. Tapi justru dari situlah letak keseruannya. Dengan menjembatani antara bahasa Jawa dan bahasa Inggris, kita menemukan bahwa belajar itu bisa dimulai dari obrolan warung, bukan hanya dari buku tebal. Dan siapa tahu, dari plesir ke Jogja, Anda bisa lanjut plesir ke London — sambil tetap bawa porok kesayangan!