Oleh : Andi Hidayat, S.Pd.

Guru Geografi MAN 1 Gunungkidul

-=-=-=-=-

Seorang guru Geografi yang menjadi teman di Facebookku sejak belasan tahun lalu dan belakangan menjadi teman di organisasi yang sama di Pendiks Geonusa (Perkumpulan Pendidik Sains Geografi Nusantara) memposting sebuah puisi di akun Facebooknya yang bertemakan harapan dengan waktu malam hari sebagai latar belakang puisinya. Puisi sebanyak 10 baris yang ditulis dalam 3 bait dengan jumlah 4 baris pada bait pertama dan kedua serta 2 baris pada bait ketiga. Sebuah puisi singkat namun mengena pada makna tentang harapan yang meninggi.

Puisi tersebut dibuat oleh bapak Mujahidin Agus, biasa kupanggil Kang Jidint, guru Geografi yang saat ini mengajar di SMAN 3 Palopo Sulawesi Selatan. Dia adalah seorang guru Geografi panutan di Indonesia yang telah memiliki sederet penghargaan yang luar biasa dari Guru Prestasi tingkat Nasional hingga penghargaan tingkat regional Asia Tenggara dan banyak lagi penghargaan yang terlalu banyak jika harus kutulis satu-persatu. Kami sering sharing tidak hanya tentang ilmu Geografi dan Sains, namun juga beberapa minat lain yang kebetulan sama yaitu di bidang sastra terutama tentang puisi, baik puisi lama (pantun, syair) hingga puisi kekinian. Puisi yang diposting di akun Facebooknya kemarin adalah sebagai berikut :

MELAWAN SUNYI

Oleh : Mujahidin Agus

Ada deru ombak mengalun
Ada camar berciut melambai
Kala sunyi pagi melawan embun
Kala daku dilanda asa berandai

Angin berhenti beku di balik awan
Semilir mengayun percik bengawan
Dingin menusuk rasa pada pesan
Asaku jauh menembus angan

Aku masih melawan sunyi
Pada malam diselubung sepi

————–

Puisi yang cukup singkat dengan penulisan lugas dan makna yang mudah untuk dipahami. Aku jadi tertarik dan mencoba untuk mengomentari puisi tersebut. Namun aku ingin berkomentar dalam bentuk puisi pula, jadilah kemudian kami berbalas puisi.

MENGHALAU SENYAP

Oleh : Andi Hidayat

Deru ombak berdebur menghempas karang.
Sinar bulan melebur di malam remang
Seketika lambai nyiur merindukan hembus angin siang
Seketika imajiku terbentur pikiran yang menerawang

Sepoi angin bertiup menembus gelap
Bersama anyir menyusup membawa pengap
Bibir rapat mengatup tanpa kata terucap
Imajiku tak tertutup oleh pikiran kalap

Aku tetap bertahan dari pening kening yang menyerang kejam.
Di tengah malam hening bening yang begitu kelam.

————–

Biasanya kami lebih sering berbalas pantun, namun tidak ada salahnya jika pada kesempatan itu aku membalas puisi karyanya dengan puisi karyaku pula. Dan tidak ada salahnya pula jika kemudian menjadi bahan tulisanku untuk memperkaya web madrasah yang kucinta ini.(agg)